Rabu, 05 Januari 2011

hukum perikatan dan hukum waris


HUKUM PERIKATAN

  1. PENGERTIAN DAN SUMBER HUKUM PERIKATAN
Pengertian dan definisi dari hokum perdata
Perikatan menurut Buku III B.W adalah Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. (Prof. Subekti, S.H. hal.122)

Perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. (Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.3)

Objek hukum perikatan (pasal 1234)
Objek hukum perjanjian adalah hal yang ingin dicapai oleh kedua pihak di dalam perjanjian itu, menurut UU setiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu” (pasal 1234 KUHPerdata) (Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.5)
Sumber hukum perikatan
Sumber sumber Perikatan
Dalam Undang-undang diterangkan bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (Perjanjian) atau dari undang-undang.
Sumber hukum perikatan antara lain sebagai berikut :
  1. Perjanjian
  2. Undang-Undang yang dapat dibedakan dalam
a.       undang-undang semata
b.      undang-undang karena perbuatan manusia yang halal dan melawan hokum
  1. jurisprudensi
  2. hukum tertulis dan tidak tertulis
  3. ilmu pengetahuan hokum. ( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.6)
2.      PRESTASI DAN WANPRESTASI
a.       Prestasi
Prestasi adalah Barang sesuatu yang dapat dituntut, yang menurut undang-undang dapat berupa :
·         Menyerahkan suatu barang
·         Melakukan suatu perbuatan
·         Tidak melakukan suatu perbuatan. (Prof. Subekti, S.H. hal.123)
  1. Wanprestasi
Apabila seseorang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum ia melakukan “Wanprestasi”  yang menyebabkan ia dapat digugat didepan hakim.
Wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada tiga macam yaitu :
·         debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan
·         debitur terlambat memenuhi perikatan
·         debitu keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan
Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan karena ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan dalam perikatan, waktu untuk melaksankan prestasi di tentukan ciderta janji tidak terjadi dengan sendirinya. ( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.10 )
Ganti rugi
           “ Debitur wajib membayar ganti rugi setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu”. (pasal 1243 KUHPerdata). “ ganti rugi terdiri dari biaya ganti rugidan bunga “. (pasal 1244 s.d 1246 KUHPerdata”. “ganti rugi itu hrus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji “ (pasal 1248 KUHPerdata).
           Ada kemungkinan bahwa ingkar janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi keadaan memaksa (force mayeur) bagai mana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran risiko.( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.12 )
3.      SYARAT SAH PERJANJIAN
Untuk suatu perjanjian yang sah  harus terpenuhi 4 syarat,yaitu:
·         Perizinan yang bebas dari orang2 yang mengikatkan diri
·         Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
·         Suatu hal tertentu yang di perjanjikan
·         Suatu sebab ( oorzaak )yang halal,artinya tidak terlarang (pasal 1320) (Prof. Subekti, S.H. hal.126)
  1. JENIS-JENIS PERIKATAN
Perikatan dibedakan dalam berbagai jenis
  1. Dilihat dari objeknya
    1. perikatan untuk memberi sesuatu
    2. perikatan untuk berbuat sesuatu
    3. perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen) dinamakan perikatan positif dan peikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen) dinamakan perikatan negative.
    1. Periktan mana suka
    2. Perikatan fakultatif
    3. Perikatan generic dan spesifik
    4. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbar dan ondeelbaar )
    5. Perikatan yang sepintas lalu dan terus menerus (voorbijgaande dan voortdurende )
2.                                                           Dilihat dari subjeknya, maka dapat dibedakan
a.          Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair )
b.          Perikatan pokok dan tambahan (princiapale dan accesoir )
c.        Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan
a.       Perikatan dengan ketetapan waktu
b.      Perikatan bersyarat
            Apabila di atas kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal ilmu hokum perdata, maka undang-undang membedakan jenis perikatan sebagai berikut : 
1.             perikatan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu
2.              perikatan bersyarat
3.              perikatan dengan ketetapan waktu
4.              perikatan mana suka (alternative)
5.              perikatan tanggung menanggung
6.              perikatan dengan ancaman hukuman (Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.6 dan 7 )

Ø  Perikatan untuk memberi sesuatu
            Dalam setiap perikatan untuk memberikan sesuatu,termaktub kewajiban yang berutang untuk menyerahkan hartya benda yang bersangkutan dan merawatnya sebagaiseorang bapak rumah tangga yang baik sampai pada saat penyerahan
            Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas dari persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibat-akibatnya akan ditunjukan dalam bab-bab yanang bersangkutan. Mengenai perikatan memberikan sesuatu, undang-undang tidak merumuskan gambaran yang sempurna.
            Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa perikatan memberikan sesuatu adalah perikatan untuk menyerahkan (leveren) dan merawat benda (prestasi) sampai pada saat penyerahan dilakukan.
            Kewajiban menyerahkan merupan kewajiban pokok, dan kewajiban merawat merupakan kewajiban preparatoir. kewajiban preparatoir maksudnya adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerhan dari benda yang diperjanjikan. Dengan perawatan benda tersebut dapat utuh, dalam keadaan baik, dan tidak turun harganya. ( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.7
Ø  Perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
            apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya di dalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka diselesaikan dengan memberikan ganti rugi berupa biaya dan bunga” (pasal 1239 KUHPerdata).
            Dalam pada itu, yang berpiutang berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dibuat berlawanan dengan perikatan, dan ia boleh meminta supaya dikuasakan kepada hakim agar menghapus segala sesuatu yang telah di buat tadi di atas biaya yang berutang, dengan tidak mengurangi hak penggantian biaya rugi dan bunga jika ada alsan untuk itu (pasal 1240 KUHPerdata)
            Ketentuan ini mengandung pedoman untuk melakukan eksekusi riele pada perjanjian agar tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan riele eksekusi ialah kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan kuasa yang diberikan Hakim. Hal ini dilakukan apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu.
           Riele eksekusi hanya dapat di adakan dalam perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.8 dan 9 )

Ø  Perikatan bersyarat
           perikatan adalah bersyarat jika di gantungaka pada suatu peristiwa yang masih akan dating dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut “ (pasal 1253 KUHPerdata)
           Perikatan bersyarat dilawankan dengan perikatan murni yaitu perikatan yang tidak mengandung suatu syarat.
           Suatu syarat harus tegas dicantumkan dalam perikatan. Undang-undang menentukan syarat-syarat yang tidak boleh dicantumkan dalam suatu perikatan yaitu :
1.      Bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksamakan
2.      bertentangan denagan kesusilaan
3.      dilarang undang-undang
4.      pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat.
Salah satu syarat yang penting di dalam perjanjian timbale balik adalah ingkar janji. “ ingkar janji adalah syarat batal “ (pasal 1266 KUHPerdata).( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.13 )

Ø  Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya. Ketetapan waktu yang dapat menangguhkan atau mengakhiri perikatan.

Ø  Perikatan alternative
            Dalam Perikatan alternative debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu barang yang di sebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa yang berpiutang untuk menerima sebagian dari batang yang satu dan sebagian dari barang yang lain.
            Hak pilih ada pada yang berpiutang jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada yang berpiutang.

Ø  Perikatan tanggung renteng
             Suatu Perikatan tanggung renteng terjadi antar beberapa orang yang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang meskipun perikatan meurut sifatnya dapat dipecah dan di bagi antara orang yang berpiutang tadi “ (pasal 1278 KUHPerdata).
            Perikatan tanggung menanggung yang pihaknya terdiri dari beberapa kreditur itu dinamakan Perikatan tanggung menanggung aktif.
            Hak pilih pada debitur
            Hak pilih pada debitur adalah terserah kepada yang berhutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang kepada yang satu atau kepada yang lainnya di antara orang-orang yang berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu.
            Meskipun demikian pembebasan yang diberikan salah seorang yang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung menanggung, tidak dapat jmembebaskan si berpiutang untuk selebihnya dari bagian orang yang berpiutang tersebut.
            Tanggung renteng pasif
Tanggung renteng pasif adalah terjadinya suatu perikatan tanggung menanggung di antara orang-orang yang berhutang, yang mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama. Demikian pula salah seorang dapat di tuntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah seorang membebaskan orang-orang berutang yang lainnya terhadap si berpiutang.
            Yang berpiutang dalam suatu perikatan tanggung menanggung dapat menagih piutangnya dari salah seorang berhutang yang dipilihnya dengan tidak ada kemungkinan bagi orang ini untuk meminta supaya utang dipecah. ( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.13  s.d 15)

Ø  Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi
            Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi adalah suatu perikatan mengenai suatu barang yang penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun perhitungan.
            Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi merupakan bagian yang sukar. Pasal 1296 dan seterusnya, merupakan ketentuan-ketentuan yang gelap dalam KUHperdata.
            Secara samara-samar pasal 1296 dan 1297 KUHPerdata membedakan Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi-bagi, berdasarkan sifat dan maksud. Perbedaan , berdasarkan sifat dan maksud perikatan itu dikatakan sama, karena criteria di atas tidak menunjukan suatu perbedaan yang tepat antara Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.  
            Perbedaan Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi itu, lebih tepat tidak berdasarkan sifat dan maksudnya, tetapi criteria untuk membedakannya ialah apakah suatu perikatan itu di tinjau dari pengertian hokum dapat di bagi atau tidak dapat dibagi. ( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.16)

Ø  Perikatan dengan ancaman hukuman
            Ancaman hukuman adalah suatu keterangan sedemikian rupa dari seseorang untuk jaminan pelaksanaan perikatan, yang diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi.
Maksud dari ancaman hukuman tersebut adalah :
1.      untuk memastikan agar perikatan itu benar-benar dipenuhi
2.      untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi wanprestasi dan untuk menghindari pertengkaran tentang hal itu.
Dengan adanya janji ancaman hukuman tersebut, maka kreditur tidak bebas dari kewajiban untuk membuktikan tentang besarnya jumlah kerugian yang dideritanya.( Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. hal.17)
5.      HAPUSNYA PERIKATAN
Macam-macam cara hapusnya perikatan yaitu:
·         Karena pembayaran
·         Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yanghendak dibayarkan itu disuatu tempat.
·         Pembaharuan hutang
·         Kompensasi atau perhitungan hutang timbale balik
·         Pencampuran hutang
·         Pembebasan hutang
·         Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
·         Lewat waktu. (Prof. Subekti, S.H. hal.152)
HUKUM WARIS

  1. PENGERTIAN HUKUM WARIS
  • Prof. ali afandi
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan,dimana, berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendan, diatur yaitu: akibat dari beralihnya harta peninggalan diri seorang yang meninggal kepada ahli waris baik di salam hubungannya antara mereka sendiri maupun pihak lain. (Drs. Sudarsono hal.11)
  • Mr. dr. h.d.m. Knol
Hukum waris mengatur ketentuan-ketentuan tentang perpindahan harta peninggalan dari orang yang tlah meninggal kepada seorang ahli waris atau lebih.
.(Drs. Sudarsono hal.12)
  • Menurut GEILLUSTEERDE ENCYCLOPAEDIA. winkler prins
Hukum waris adalah seluruh peraturan yang ngatur pewarisan, menentukan sejauh mana dan dengan cara bagaimana hubungan-hubungan hokum dari seseorang yang telah meninggal dunia pindah kepada orang lain dan dengan demikain hal itu dapat diteruskan oleh keturunannya. (Drs. Sudarsono hal.12)

Istilah yang di gunakan dalam hukum waris:
  • Peninggal warisan atau disingkat pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta benda kepada orang lain. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.7)
  • Ahli waris ialah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannyan terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian tertentu. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.7)
  • Harata warisan atau disingkat warisan ialah segala harta kekayaan yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah di kurangi dengan semua hutangnya.(Prof. Ali Afandi, S.H. hal.7)

Ø  Beodel: ialah warisan yang berupa kekayaan saja.
Ø  Testament atau wasiat ialah suatu akta yang memuat ketentuan mengenai harta peninggalanya, apabila seorang meninggal dunia. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.7)
Ø  Legaat atau hibah wasiat adalah suatu tesment dimana di tunjuk orang tertentu yang akan menerima suatu barang  tertentu apabila pewaris meninggal dunia, orang yang di tunjuk itu di sebut legataris. Legataris ini adalah waris di bawah tittle khusus. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.8)
Ø  Legitieme portie adalah bagian dari harta peninggalan yang tidak dapat di kurangi dengan testement atau pemberian lainnya oleh pewaris.
Legitieme portie juga di sebut bagian mutlak. Waris yang punya hak atas bagian ini disebut legitimaris. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.11)
Sesungguhnya hukum waris memiliki mempunyai 2 unsur: dapat juga masuk hukum kekayaan (benda) tapi di lain pihak juga sangat erat pertaliannya dengan hukum keluarga.
Adapun sarjana yang setuju dengan hukum waris  dianggap sebagai hukum kebendaan ialh ollmar. Alasan sebagai berikut:
  • Hak waris, karena suatu hak yang berdiri sendiri, maka dapat di jual pasal 1537
  • Dapat di berikan juga sebagai suatu hak pakai hasil atas barang peninggaln pasal957
  • Dapat orang mengadakan tuntutan untuk memperoleh warisan pasal 834
  • Sehingga segala itu merupakan alasan bahwa hak waris adlah hak kebendaan karena memenuhi defenisi hak kebendaan pasal 199 dan 570.
Tiap-tiap barang dan tiap hak,yang dapat di kuasai oleh hak milik (499)
Hak milik adalah hak untukmenikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya. (570)


  1. PEWARIS, AHLI WARIS DAN WARISAN
Menurut hukum perdata terdapat 3 unsur warisan:
v  Orang yang meninggalkan harta warisan disebut: erflater
v  Harta warisan disebut :erfenis
v  Ahli waris disebut: erfgenaam
Apabila seorang meninggal dunia,maka segala hak dan kewajiban turun/pindah/beralih kepada ahli warisnya. Adapun yang akan beralih kepada ahli warisnya tadi bukan hanya meliputi hak dan kewajiban saja tetapi juga meliputi  barang-barang yang terwujud. Sedangkan yang berhak menerima peralihan tadi adalah ahli warisnya,seperti: suami, istri, anak, ataupun orang lain yang di tunjuk. (Drs. Sudarsono hal.15)

Menurut ketentuan ahli waris dapat menentukan 2 sikap yaitu:
ü  Menerima warisan
ü  Menolak warisan. (Drs.Sudarsono hal.17)

Menurut undang-undang seseorang dapat menolak untuk menerima harta warisan. Penolakkan yang dilakukan harus secara tertulis ke panitian pengadilan negeri. Ini di atur dalam KUHPerdata pasal 1059 dan pasal 1060. (Drs. Sudarsono hal.17)

Ahli waris yang berhak.
Pasal 832
 Pasal ini mengandung prinsip dalam hukum warisab intestato yaitu yang berhak mewaris adalah:
” keluarga sedarah dan istri (suami) yang hidup dan jika ini semuanya tidak ada, maka yang berhak mewaris  ialah negara.
Mengenai keluarga sedarah dan istri (suami) yang hidup paling lama , dapat diadakan 4 golongan yaitu:
  1. anak atau keturunannya dan janda atau duda.
  2. orang tua (bapak dan ibu) saudara-saudara atau keturunannya.
  3. nenek dan kakek atau leluhurlainnya di dalam genus ke tatas
  4. sanak keluarga di dalam garis di samping sampai tingakat ke 6 kalau semuanya itu tidak ada, maka negara menjadi waris.
Orang-orang yang tidak dapat menerima harta warisan yaitu:
ü  Seorang perempuan yang bersuami
ü  Seorang anak yang belum dewasa. Dalam hal ini harus memperhartikan pasal 330 KUHPerdata.
ü  Seseorang yang berada dibawah pengampuan. (Drs. Sudarsono hal.21)

Apabila orang ini ingin atau hendak menerima warisan harus di bantu oleh orang-orang-orang yang telah di tentukan undang-undang yakni:
  • Seorang suami bagi istrinya sendiri
  • Wali bagi orang yang belum dewasa
  • Seorang pengampun(curator) bagi orang yang berada dibawah pengampuannya sendiri. (Drs. Sudarsono hal.22)

Pasal-pasal berikut ini menetapkan jumlah bagian warisan bagi tiap-tiap golongan.
  1. golongan 1,
Ø  Pasal 852: seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain-lainan atau waktu kelahiran  laki atau perempuan mendapat bagian yang sama.
Ø  Pasal 852 a : bagoan seorang istri (suami), kalu ada anak dari perkawinan dengan yang meninggal dunia adalah sama dengan bagiannya seorang anak.
Jika perkawinan bukan perkawinan pertama dan dari perkawinan yang terdahulu ada juga anak, maka bagian dari janda  (duda) itu tidak boleh lebih dari bagian yang terkecil dari anak-anak yang meninggal dunia itu.
Bagaimanapun juga seorang janda  (duda) tidak boleh mendapat lebih dari ½ harta peninggalan  atau warisan.
  1. Golongan Iipasal
Ø  Pasal 854 : jika golongan 1 tidak ada, maka yang berhak mewaris adalah bapak, ibu , saudara.
Ayah dan ibu dapat:
1/3 bagian,kalau hanya ada 1 saudara
1/4 bagian kalau ada lebih dari 1 saudara.
Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat setelah di kurangi dengan bagian dari orang tua.
Ø  Pasal 855: jika yang masih hidup hanya seorang  bapak atau seorang ibu maka bagiannya adalah:
½ kalau ada 1 saudara
1/3  kalau ada 2 saudara
¼  kalau ada lebih dari 2 orang saudara(Prof. Ali Afandi, S.H. hal.36)
Sisa daru warisan menjadi bagian dari saudara
  1. Golongan III
Ø  Pasal 858 ayat 1 . jika waris golongan 2 tidak ada, maka warisan di belah menjadi dua bagian yang sama. Yang satu bagian diperuntukan bagi keluaraga sedarah dalam gatis bapak lurus ke atas waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus keatas . (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.38)
Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus keatas mendapat setengah warisan yang di jatuhkan pada garisnya. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.39)
  1. Golongan IV
Ø  Pasal 858 ayat 2 kalau waris golongan 3tidak ada maka bagian yang jatuh pada tioap garis, warisan di jatuihkan  pada seorang waris yang terdekat pada tiap garis. Kalau ada bberapa orang yang derajatnya sama  maka warisan tersebut di bagikan berdasarka bagian yang sama. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.40)

WARISAN MENURUT HUKUM BW
Menurut undang-undang ada 2 cara untuk mendapat warisan ,yaitu:
  1. Ahliwaris mwenurut ketentuan undang-undang
  2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat
Ahli waris menurut ketrentuan ada 4 golongan yaitu:
  1. Suami atau istri yang hidup terlama, anak-anak serta keturunanya
  2. Orang tua (maksudnya ayah dan ibu) dan saudarasaudara serta keturunannya
  3. Kakek-kakek, nenek-nenek dan leluhur seterusnya keatas dari sipeninggal warisan
  4. Sanak-sanak keluarga yang lebih jauh dalam garis ke samping sampai derajat ke 6 yang tidak patut menjadi ahliwaris  ialah:
a)      Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal 
b)      Mereka yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah sipeninggal warisan, terhadap fitnah mana diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih berat
c)      Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meniinggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya
d)     Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal
Syarat-syarat dalam hal pewarisan ialah:
  1. Si pewaris sudah meninggal
  2. Ahl iwaris adalah keluarga sedarah
  3. Ahli waris adalah layak bertindak sebagai ahliwaris
Macam-macam surat wasiat:
  1. Surat wasiat rahasia
Orang yang akan meninggalkan warisan, menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulisnya kalu ia tidak bisa menulis, tetapi kemudian testament itu harus di tanda tanganinya sendiri
  1. Surat wasiat umum
Orang yang akan meninggalkan warisan, datan sendiri kekantopr notaris dan menyatakan kehendaknya itu kepada notaris, kemudian notaris menyusunya dalam sebiuah akata, denga dihadiri oleh 2 orang saksi.akta notaries ini ditandatangani oleh notaries, orang yang akan meinggalkan warisan dan saksi-saksi
  1. Surat wasiat yang ditulis sendiri(olografis)
Testament ini seluruhnya harus ditulis dan di tanda tangani olae orang yang akan meninggalkan warisan, selanjutnya diserahkan kepada seorang notaries untuk disimpan oleh orang yang akan meninggalkan warisan itu dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. (Drs. Rudy Terwin, S.H. hal.71)

WARISAN MENURUT HUKUM ISLAM
Menurut hukum adat serta hukum islam, apa yang pada hakekatnya beralih dari tabungan orang yang telah meninggal dunia kepada para ahli warisnya, ialah harta peninggalan setelah dikurangi dengan hutang-hutangnya pewaris
Anak-anak dari orang yang meninggal dunia merupakan ahli waris yang penting, karena mereka pada hakekatnya merupakan ahli waris satu-satunya. Tetapi disini ada perbedaan prinsipil antara anak laki-laki dengan anak perempuan (anak laki-laki meneriuma dua kali lipat dari anak perempuan). Apabila seseorang hanya meninggalkan anak-anak perempuan saja dan tidak ada anak laki-laki, maka saudara-saudara sekandung dari yang meninggal merupakan ahliwaris disamping anak-anak perempuan. Kalau hanya ada seorang anak perempuan, maka ia mewrisi separuh dan kalu lebih dari seorang anak perempuan, mereka mewarisi 2/3 dari seluruh warisan. Sisanya jatuh ketangan saudarasaudara sekandung dari yang meninggal itu
Hukum islam tidak mengenal anak angkat .adalah menjadi yurisprudensi tetap dari mahkamah agung bahwa seorang janda selalu mendapat ½ dari barang gono gini
Ada 2 penggolongan ahli waris yaitu:
1.      Para asabat.
Ketentuan mengenai aliran untuk menerima harta warisan disini  ialah:
·         Anak laki-laki
·         Turunan anak laki-laki(turunan yang lebih jauh tidak mempunayai ahli waris apabila ada turunan yang lebih dekat)
·         Ayah
·         Ayah dari ayah (kakek) bersama-sam dengan saudara laki-laki
2.      Orang menjadi ahli waris (disebutkan dala kitab alqur’an yakni : anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, janda perempuian, duda, ibu dan nenek, saudara perempuan baik yang sebapak dan seibu maupun yang hanya sebapak dan atau seibu saja
Apabila ada anak laki-laki disamping anak perempuan, maka anak perempuan tidak lagi menerima faraid setengah bagian, tetapi bagianya dalah bersama-sama dengan ank lakil-aki mendapat sisa dari harta warisan setelah dikurangi dengan faraid ahli waris tamahan lain:
·         Cucu perempuan, kalau tidak ada anak laki-laki yang masih hidup, mendapat setengah bagian dari harta warisan
·         Kalau ada dua atau lebih cucu perempuan, maka mereka mendapat 2/3 bagian dan kalau ada anak laki-laki cucu perempuan tidak mendapat bagian sama sekali
·         Seoarang duda1/2 bagian apabila tidak ada anak atau cucu, kalau ada maka ia hanya mendapat ¼ bagian.
·         Janda perempuan mendapat ¼ bagian apabila tidak ada anak atau cucu, kalau ada maka janda perempuan menfdapat 1/8 bagia
·         Bapak dari oaring yang meninggal mendapat faraid 1/6 bagian, apabila tidak ada keturunan laki-laki (anak,cucu dan seterusnya) maka maka bapak menjadi asabat
·         Ibu dari orang yang meninggal, apabila ada anak atau cucu atau apabila ada saudara dari si wafat mendapat 1/6 bagian, kalau tidak ada anak atau cucu, saudara-saudara, maka ibu mendapoat faraid 1/3 bagian
·         Saudaara laki-laki yang seibu dan saudara perempuan seibu, masing-masing mendapat faraid 1/6 bagian dan apabila jumlah mereka ada lebih dari dua, maka mereka mendapat 1/3 bagian
Ada 3 macam ahli waris yang tidak pantas menerima warisan, yaitu:
A.    Ahli waris yang telah mengakibatkan meninggalnya peninggal warisan
B.     Murtad, yaitu meninggalkan agama islam dan masuk agama lain
C.     Orang yang sudah sejak lama tidak menganut agam islam. (Drs. Rudy Terwin, S.H. hal.68)

WARISAN MENURUT HUKUM ADAT
Harta warisan tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara para ahli waris. Harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau pelaksanaan pembagiannya di tunda untuk waktu yang cukup lama atau hanya sebagian ynga dibagi-bagikan. Dalam hukum adat dikenal dengan system penggatian waris, yakni seseorang menggantikan   keduduka ahli waris., karena yang akan menjadi pewaris meninggal dunia sebelumnya.
System kewarisan di Indonesia yaitu:
  1. System kewariasan individual:dalam system kewarisan ini, harta peninggalan dapat dibgi-bagi diantara para ahli waris
  2. System kewarisan kolektif:dalam system kewarisan ini harta peninggalan itu diwaris oleh sekelompok ahli waris. Harta pusaka tidak boleh dibagi-bagikan pemilikannya diantara para ahli waris dan hanya pemakaiannya saja boleh dibagi kepada mereka
  3. System kewearisan mayorat:dalam system kewarisan ini, harta peninggalan diwarisi keseluruhannya atau sebagian besar oleh sebagian anak saja. Penghibahan tanah pada seorang anak laki-laki atau anak perempuan diwaktu yang bersangkutan kawin adalah sebetulnya suatu pperjanjian tanah di dalam lingkungan sanak saudara. (Drs. Rudy Terwin, S.H. hal.65)

3.      PEWARISAN DAN HIBAH
Pewarisan →apabila terjadi langkah-langkah penerusan dan pengoperan harta peninggalan yang berwujud dan yang tak berwujud dari seseorang manusia kepada keturunannya, dari seorang pewaris kepada ahli waris/ahli waris lainnya.
Hibah wasiat merupakan pengoperan baru akan berlakunya/terlaksana setelah orang itu meninggal.
Maksud dari hibah wasiat secara garis besar dapat di pahami bahwa:
  • Dengan hibah wasiat telah mengharuskan ahli waris untuk membagi-bagi harta warisan dengan cara yang layak sejauh berdasarkan penilaian pewaris/pemberi hibah warisan.
  • Dengan hibah wasiat perselisihan dapat dicegah sedini mungkin
  • Dengan hibah wasiat pewqaris/pemberi hibah wasiat telah menyatakan secara mengikat sifat-sifat harta peninggalan, misalnya: barang-barang pusaka, barang-barang yang di pegang dengan hak sende dan yang sejenisnya. (Drs. Sudarsono hal.35)

Jenis-jenis wasiat,yaitu:
Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat:
·         Wasiat yang berisikan ”erfstelling’ atau wasiat penganggkatan waris.
Seperti di sebut dalam pasal 954, wasiat penganggkatan waris adalah wasiat dengan mana orang yng mewasiatkan, memberikan kepada seorang tau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian (setengah, sepertiga) dari harta kekayaannya m kalau ia meninmggal dunia. Orang orang yang mendapatharta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah title umum.
·         Wasiat yang berisikan hibah (hibah wasiat) atau legaat. Pasal 957 memberikan keterangan sebagai berikut:
Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus di daalm suatu testement, dengan ana yang mewasiatkan memberikan kepada seporang atau beberapa orang:
-          beberapa barang tertentu
-          barang-barang dari satu satu jenis tertentu
-          hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya.
Orang orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal ini di sebut waris dibawah titel khusus (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.16)
Pencabutan dan gugurnya wasiat yaitu:
Ø  pencabutan surat wasiat dan akibat-akibatnya di atur dalam pasal 992-995 KUHPerdata
Ø  hibah wasiat di perjual belikan dan atau di tukar(pasal 966) KUHPerdata.
Ø  Wasiat yang telah di buat gugur,apabila sesuai dengan ketentuan undang-undang yang di atur di dalam pasal 997 dan 998 KUHPerdata. (Drs. Sudarsono hal.59)

Menurut bentuknya, pembagian wasiat sebagai berikut:
  1. wasiat olografis atau wasiat yang di tulis sendiri
pasal 932 memuat ketentuan –ketentuan sebagai berikut:
Ø  harus seluruhnya di tulis dan di tanda tangani oleh pewaris
Ø  harus di simpan kepada seorang notaris
Ø  jika wasiat ada di dalam  keadaan tertutup
  1. wasiat umum (openbaar testement)
  2. wasiat rahasia atau wasiat tertutup( masuk dalam sampul) maka akta harus di buat di atas kertas tersendiri dan di atas sampul yang berisi testement yang berisiskan surat wasianya dan catatan itu harus di beri tanda tangannya,.
  3. Jika keterangan pewaris dinyatakan di luart hadir para saksi dan dari wasiat telah di buat oleh notaris, maka pewaris harus menerangkan sekali lagi di muka para sksi apa maksudnya. Kemudian konsep dibaca dengan kehadiransaksi-saksi. Pewareis lalu di tanya apakah sudah betulisisnya. Jika sudah betul. Maka testement harus di beri tanda tangan oleh pewaris, notaris dan saksi saksi.
  4. Ika pewaris berhalangan hadir, maka hal ini harus di sebut dalam wasiat, jga di sebabnya berhalangan hadir.
  5. Surat wasiat harus menyebut pula bahwa segala acra selengkapnya telah di penuhi. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal 17)

Di dalam prinsip suatu wasiat harus di uat dengan bantuan notaris
Tapi ada wasiat yang dapat di buat dengan akta di bawah tangan. Asal isinya mengenai:
  1. Pengangkatan pelaksanaan wasiat
  2. Penyelenggaraan pengukuran
  3. Menghbahkan pakaian, perhiasan tertentu dan mebel yang tertentu.
Wasiat yang seperti ini di sebut cidicil.
Berhubung dengan pernyataan bahwa seorang notaris itu mempunyai peranan yang begitu penting dalam membuat testement maka dalam pasal 943 ada ketentuan bahwa ia harus memberitahukan kepada semua yang berjepentingan tentang adanya suatu testement, seteleh pewaris meninggal dunia.
Selain dari notaris, masih ada beberapa badan-badan dan pemerintah yang berkepentingan dalam penyimpanan wasiat yaitu:
  1. Balai harta peninggalan
Reglement tentang jabatan notaris (S. 1860-3 pasal 36a memuat ketentuan seperti berikut:
Ø  Notaris di wajibkan mengrimkan daftar kepada balai harta peninggalan setiap bulannya dari semua testement yang di buatnya dalam bulan yang lalu pasal 37
Ø  Notaris di wajibkan dalam 1 bulan setelah pewaris meninggal atau tidak diketahui keadaannya dimana mengirimkan turunan wasiat kepada balai harta peninggalan
  1. Departement kehakiman
Ordonantie tentang pusat pendaftaran testement (S. 1920-586) memuat ketentuan sebagai berikut:
Ø  Pasal 1 : pada departement kehakiman terdapat daftar wasiat
Ø  Pasal 2 : daftar wasiat ini di susun dari formulir- formulir yang di kemukakan oleh balai harta pennggalan. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.22)
Pencabutan tentang wasiat
Diantara pencabuata dan gugurnya suatu wasiat ada perbedaan yaitu:
Ø  Pencabutn: di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testement.
Ø  Gugur  : tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat di laksanakan karena ada hal-hal di luar kemauan pewaris. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.31)

Ada beberapa pasal yang d dlamnya mengenai hubungan hibah:
Pasal 1666
  1. Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah , di waktu hidupnya dengan Cuma-Cuma dan denga tidak dapat di tarik kembali. Menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahn itu.
  2. Hibah harus di adakan antara orang yang ,asih hidup

Pasal 1682
 Hibah harus di lakukan dengan akata notaris kalau tidak maka hibah itu batal.

Pasal 1678
1.      Hibah antara suami istri selama perkawinan tidak diperbolehkan  ( selama perkawinan tidak boleh diadakan perubahan dalam harta kekayaan antara suami istri pasal 119 dan 149
2.      Larangan ini tidak berlaku jika mengenai benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlampau tinggi.

Pasal 1687
Hibah yang berupa benda benda bergerak yang bertubuh atau penagihan hutang kepada si penunjuk dari satu tangan ke tangan yang lain.tidak perlu pakai akte, cukup dengan menyerahkannya saja. (Prof. Ali Afandi, S.H. hal.30)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar